Penemuan-Penemuan yang Menggunakan Teori Fisika part 2 (Bahan Bakar dari Ampas Tebu)

Bahan Bakar Dari Ampas Tebu

PALEMBANG - Berangkat dari keprihatinan kian minimnya persediaan sumber bahan bakar di Tanah Air, Dr Ir Djoni Bustan, M Eng (50), pengajar di Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang, menciptakan bahan bakar dari berbagai bahan. Ia membuat bahan bakar mulai dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), batu bara, minyak jarak, sampai ampas tebu.


Selain memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan yang sudah ada di pasaran, temuan pria berpenampilan kalem ini juga memiliki berbagai keunggulan. Bahan bakar yang dihasilkannya seperti biogasoline, biokerosin, dan biodiesel yang diproses oleh tiga reaktor, mampu mengubah trigliserida menjadi senyawa parafin, olefin, naftene dan aromatik (PONA).

Umumnya, bahan bakar diesel dari bahan baku yang ada memakai proses transesterifikasi yang menghasilkan metil ester. Hasilnya tidak siap pakai, perlu campuran, sehingga hasil senyawa fisiknya tidak mirip dengan bahan bakar diesel di pasaran. Lain halnya dengan temuan suami dari Sri Haryati ini, yang juga pengajar di Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.

"Hasil kita ini siap pakai, karena mesin yang dipakai untuk memproses mampu mengubah CPO menjadi PONA. Minyak biodisel yang dihasilkan pun mempunyai aromatik dan octan number lebih tinggi dari yang ada di pasaran (milik Pertamina). Kualitasnya pun lebih baik," ujar Djoni belum lama ini.

Mengolah bahan bakar dari CPO harus dengan alat pengolah khusus yang terdiri atas dua jenis, yakni alat yang mengolah CPO menjadi pengganti solar dan bensin, serta pengolahannya menjadi pengganti minyak tanah dengan peralatan sederhana yang diciptakannya berupa tungku pemanas, pipa, dan reaktor yang berbahan dasar stainless steel.
Untuk memprosesnya, CPO dimasukkan ke dalam reaktor pemanas listrik dengan panas 60 derajat Celcius selama 60 menit, dan secara kontinyu yang kelak menghasilkan cairan senyawa alkana dengan unsur mendekati solar. Cairan senyawa alkana kemudian dimurnikan melalui proses destilasi dan adsorpsi sehingga menghasilkan minyak biodiesel yang sudah bisa digunakan sebagai bahan bakar tanpa harus dicampur dengan solar.
Cairan senyawa alkana tersebut juga masih bisa diproses menjadi bensin dengan memakai reaktor biogasolin melalui proses reaksi. Untuk 20 liter CPO bisa diolah menjadi bahan bakar setara 16 liter bensin," ujarnya.

Alat pengolah CPO menjadi minyak tanah terdiri atas tangki pengaduk, reaktor dekarbosilaksi, dan reaktor kerosin berbahan dasar stainless steel. Pengolahannya sendiri dengan suhu di bawah 150 derajat Celcius, sementara alat penghasil bensin berbahan baku ampas tebu dengan memakai teknik dimerisasi (penggabungan metanol) sehingga bubuk ampas diolah menjadi metanol (CH3OH).


Industri Kecil di Desa

Bahan bakar dari ampas tebu dan CPO ini, menurut Djoni yang kerap mengeluarkan koceknya sendiri untuk penelitian itu, sangat cocok dikembangkan menjadi industri kecil di pedesaan. Selain menyangkut taraf ekonomi, juga mampu menyerap tenaga kerja dan mendorong usaha perkebunan.
Hanya saja ketersediaan bahan baku menjadi kendala karena tebu di Sumatera Selatan (Sumsel) hanya ada PTPN VII Ketiau, Ogan Ilir yang tidak sepanjang tahun panen. "Kondisi demikian belum me-mungkinkan untuk dijadikan industri massal rumah tangga," tuturnya.

Batu bara yang cukup melimpah di Sumsel dan hanya dimanfaatkan untuk bahan baku pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dalam kreasi Djoni Bustan, bisa lebih bermanfaat lewat penciptaan reaktor osilasi dengan gelombang elektromagnetik (electromagnetic oscillated coal liquefied reactor).
Metode ini bisa dilakukan dengan alat sederhana kurang dari 45 menit dengan suhu di bawah 200 derajat Celcius. Proses ini dipandang efektif karena listrik yang digunakan hanya delapan volt. Proses itu akan berfungsi ganda.
Berat molekul batu bara akan berkurang sehingga bisa larut dalam pelarut, sementara hidrogennya ditingkatkan agar struktur kimia batu bara lebih pendek.

"Hasilnya, batu bara terbentuk menjadi minyak mentah yang dalam pengolahan lanjutan di kilang minyak bisa menghasilkan bensin, kerosin, dan solar," terangnya.

Namun dia mengakui, dari sisi ekonomi belum terlihat jelas, karena temuannya memang belum memasuki tahap demo plant melainkan baru tahap pilot plant setelah sebelumnya tahap skala laboratorium.

Nah, untuk sampai pada tahap demo plant, dibutuhkan dana tidak sedikit. Jika tahap demo plant seusai barulah bisa diproduksi secara massal. Tetapi di sinilah kendalanya. Beberapa investor memang sudah tertarik, namun belum mampunya pemerintah menjaga kestabilan harga CPO, membuat mereka menunda niatnya

 
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses
Leave a Reply